3

Beautiful

26 Jun 2011.


Semalam aku bermimpi berjalan bersamamu,
Manisku
Menyusuri jalan yang pernah kutahu;
Jalanan di pedesaan di mana tumbuh bunga-bunga,
Berwarna manis merah, dengan embun di atasnya,
Dan sinar mentari disarign pohon-pohon nan lebat daunnya;
Dan diseluruh langit biru ciptaan Tuhan.
Di sana aku berjalan bersamamu bergandengan tangan.

Oh, beranikah aku memintamu berjalan bersamaku,
menyusuri jalan nan tenang dan bebas itu,

Bisakah engaku berjalan tanpa rasa sendu
Di jalanan yang berseru dalam mimpi kepadaku,
Ataukah akan terlalu rendah bagimu?
Karena anggrek tidak tumbuh di sini, kau tahu,
Bisakah engkau menyukai kembang merah dan aku Manis ku ?


B.Y Williams
Leia Mais...
0

Merana Tanpa Kekasih By vinzhu_shu

/>Apalah daya diri ini tersipu
Untuk siapakah hati ini menderu
Untuk apa diri ini termangu
Membayangkan dirimu duhai pujaan ku

Dimana ku harus mencari bayangmu
Memilah Dikegelapan yang yang menanungi ku
Sampai kapan ku harus menunggu
Akanhadirnya dirimu di pangkuan ku
Ku berpikir caraku untuk mengadu
Di benakku hanya tersimpan senyum mu
Tanya ku ..
Mengapa engkau berlalu meninggalkanku

Dalam kesunyian aku mencari
Memilah jawaban rindu yang terpatri
Mendayu Terhempas dalam syimphoni
Akan penantian yang menyakiti

Di bawah terik mentari aku menanti
Kehadiranmu wahai pelipur hati


Namun ku takkan pernah menyerah
Meski raga ini begitu lelah
Jiwa ku kini penuh rasa bersalah
Rasa yang selalu kalah
lelah kalah dalam berhibah
Saat berperang melawan amarah
diri kan tetap tegar dalam melangkah
Hadapi semua cobaan meski tiada arah

karena cintaku akan tetap pada arah yang tlah tercurah
Leia Mais...
0

Guru (puisi singkat)

16 Mei 2011.
Guru ...
Kala hampa akan ilmu menyelimuti
Saat rebah kemiskinan mengalir dalam
Nan deru kebodohan menggaung gema
Kaulah pelita ilmu penyelamat bangsa
Tanpamu bangsa Alfa ilmu
Takkan pernah tau A
Takkan pernah tau 1
Dan takkan pernah tau itu
Hadirmu memberikan cahaya ilmu dalam hidup kami
Menerangi setiap pijakan langkah kami
Mengentaskan kami dari jurang kebodohan
Dan menyelamatkan kami dari jerat kemiskinan
GURU…
Betapa mulia dedikasimu untuk kami
Keyakinan kuat akan suatu perubahan besar
Mendorongmu untuk terus dan terus melangkah
‘tuk coba sapukan kuas ilmu dalam diri kami
Coretan demi coretan warna abstrak terhantar
Memberikan lukisan baru dalam dunia pendidikan
Ulasan demi ulasan kata tlah terlontar
Mewarnai merah biru dalam referensi keilmuan
Leia Mais...
0

secondhand serenade (Fall for you)


The best thing about tonight's that we're not fighting
Could it be that we have been this way before
I know you don't think that I am trying
I know you're wearing thin down to the core

But hold your breathe
Because tonight will be the night
That I will fall for you
Over again
Don't make me change my mind
Or I won't live to see another day
I swear it's true
Because a girl like you is impossible to find
You're impossible to find

This is not what I intended
I always swore to you I'd never fall apart
You always thought that I was stronger
I may have failed but I have loved you from the start

Oh, But hold your breathe
Because tonight will be the night
That I will fall for you
Over again
Don't make me change my mind
Or I won't live to see another day
I swear it's true
Because a girl like you is impossible to find
It's impossible
So breathe in so deep
Breathe me in
I'm yours to keep
And hold on to your words
Cause talk is cheap
And remember me tonight
When you're asleep

Because tonight will be the night
That I will fall for you
Over again
Don't make me change my mind
Or I won't live to see another day
I swear it's true
Because a girl like you is impossible to find

Tonight will be the night
That I will fall for you
Over again
Don't make me change my mind
Or I won't live to see another day
I swear it's true
Because a girl like you is impossible to find
You're impossible to find
Leia Mais...
1

Mancing mania

15 Mei 2011.


Ayo-ayo mancing, siapa mau ikut hahaha
Minggu yang indah buat mancing, cuaca mendung, ga panas, ditemenin secangkir teh es :D
with teman-teman, lama sih ngga mancing bareng, ikan pepuyu, kali aza juga sih ada pepuyu begincu, sodorin tuh umpan, am makan bareng deh hahahha
tapi ada satu hal yang paling berkesan mancing hari ini, aku dapat ikan banyaaaaaaaaaaaaaaaaak banget, padahal jarang-jarang q dapat ikan banayk, biasanya cuma dikit bisa dihitung ama jari kaki ckckck sampe-sampe pengen di beli orang, tapi ngga ku jual soalnya pengen ku makan bareng teman-teman :D
MAkasih ya teman sudah ngajak ku mancing :)
tulis apa lagi ya, bingung, udah dulu ah, otak q mumet laper pengen makan tu ikan-ikan hahaha :D
Leia Mais...
0

Guru

15 Apr 2011.
A. Siapa itu Guru?

Orang yang mengajar dikenali sebagai guru. Perkataan guru adalah hasil gabungan dua suku kata iaitu `Gur' dan `Ru'.

Dalam bahasa jawa, Gu diambil daripada perkataan gugu bermakna boleh dipercayai manakala Ru diambil daripada perkataan tiru yang bermaksud boleh diteladani atau dicontohi. Oleh itu, GURU bermaksud seorang yang boleh ditiru perkataannya, perbuatannya, tingkah lakunya, pakaiannya, amalannya dan boleh dipercayai bermaksud keamanahan yang dipertanggungjawabkan kepadanya untuk dilakukan dengan jujur.


B. Maksud Mengajar

Mengajar sebenarnya bermaksud menyampaikan ilmu pengetahuan maklumat, memberi galakan, membimbing, memberi dan meningkatkan kemahiran, meningkatkan keyakinan, menanam nilai-nilai murni dan luhur kepada para pelajar yang belum mengetahui. Ia bukan sekadar menyampaikan maklumat atau bahan pengajaran dalam sebuah kelas. lebih mendukacitakan lagi jika proses mengajar dianggap sekadar menyampai maklumat dan menghabiskan sukatan pelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Proses mengajar mempunyai konsep yang sangat luas, ia bertujuan untuk menjadikan seseorang individu itu lebih bertanggungjawab dan mampu menjana fikirannya untuk terus bahagia dan berjaya mengatasi cabaran yang akan dihadapai. Ini hanya akan dicapai sekiranya proses pengajaran dan pembelajaran yang dilakukan mencapai tahap pengajaran berkesan.


C. Peranan dan Tugas Mengajar

Setiap guru seharusnya mengetahui peranan dan tugas mereka secara terperinci jika mereka ingin berusaha melakukan dan menghasilkan pengajaran yang berkesan. Di antara tugas seorang guru ialah

1. menyampaikan ilmu pengetahuan

2. menyampaikan maklumat

3. menyampai dan

4. memberi kemahiran serta

5. memupuk nilai-nilai murni dan luhur sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Manakala peranan guru pula ialah sebagai pembimbing, pendidik, pembaharu, contoh dan teladan, pencari dan penyelidik, penasihat dan kaunselor, pencipta dan pereka, pencerita dan pelakon, penggalak dan perangsang, pengilham cita-cita, pengurus dan perancang, penilai, pemerhati, rakan dan kawan pelajar, doktor dan pengubat, penguat kuasa, pemberi petunjuk orang yang berwibawa dan sebagainya.

Jelas menunjukkan bahawa menjadi seorang guru merupakan satu tugas dan peranan yang agak berat. Sebenarnya, jika anda anggap tugas itu berat, maka beratlah ia. Jika anda terima ia sebagai satu cabaran dengan cara yang positif, maka mudahlah ia.


D. Pengertian Profesi

Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Jabatan Guru Sebagai Suatu Profesi. Jabatan guru dapat dikatakan sebuah profesi karena menjadi seorang guru dituntut suatu keahlian tertentu (mengajar, mengelola kelas, merancang pengajaran) dan dari pekerjaan ini seseorang dapat memiliki nafkah bagi kehidupan selanjutnya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain. Namun dalam perjalanan selanjutnya, mengapa profesi guru menjadi berbeda dari pekerjaan lain. Menurut artikel "The Limit of Teaching Proffesion," profesi guru termasuk ke dalam profesi khusus selain dokter, penasihat hukum, pastur. Kekhususannya adalah bahwa hakekatnya terjadi dalam suatu bentuk pelayanan manusia atau masyarakat. Orang yang menjalankan profesi ini hendaknya menyadari bahwa ia hidup dari padanya, itu haknya; ia dan keluarganya harus hidup akan tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi motivasi utamanya, melainkan kesediaannya untuk melayani sesama.

Di lain pihak profesi guru juga disebut sebagai profesi yang luhur. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa seorang guru dalam melaksanakan profesinya dituntut adanya budi luhur dan akhlak yang tinggi. Mereka (guru) dalam keadaan darurat dianggap wajib juga membantu tanpa imbalan yang cocok. Atau dengan kata lain hakikat profesi luhur adalah pengabdian kemanusiaan.


E. Dua Prinsip Etika Profesi Luhur

Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama ialah agar profesi itu dijalankan tanpa pamrih. Dr. B. Kieser menuliskan: "Seluruh ilmu dan usahanya hanya demi kebaikan pasien/klien. Menurut keyakinan orang dan menurut aturan-aturan kelompok (profesi luhur), para profesional wajib membaktikan keahlinan mereka semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari seorang profe-sional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan klien."

Yang kedua adalah bahwa para pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang ditaati dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien tidak disalahgunakan. Selanjutnya hal ini kita kenal sebagai kode etik. Mengingat fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang untuk menjalankan tugasnya dalam keadaan apapun tetap menjunjung tinggi tuntutan profesinya.

Kesimpulannya adalah jabatan guru juga merupakan sebuah profesi. Namun demikian profesi ini tidak sama seperti profesi-profesi pada umumnya. Bahkan boleh dikatakan bahwa profesi guru adalah profesi khusus luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.


F. Tuntutan Seorang Guru

Di atas telah dijelaskan tentang mengapa profesi guru sebagai profesi khusus dan luhur. Berikut akan diuraikan tentang dua tuntutan yang harus dipilih dan dilaksanakan guru dalam upaya mendewasakan anak didik. Tuntutan itu adalah:

1. Mengembangkan visi anak didik tentang apa yang baik dan mengembangkan self esteem anak didik.

2. Mengembangkan potensi umum sehingga dapat bertingkah laku secara kritis terhadap pilihan-pilihan. Secara konkrit anak didik mampu mengambil keputusan untuk menentukan mana yang baik atau tidak baik.

Apabila seorang guru dalam kehidupan pekerjaannya menjadikan pokok satu sebagai tuntutan yang dipenuhi maka yang terjadi pada anak didik adalah suatu pengembangan konsep manusia terhadap apa yang baik dan bersifat eks-klusif. Maksudnya adalah bahwa konsep manusia terhadap apa yang baik hanya dikembangkan dari sudut pandang yang sudah ada pada diri siswa sehingga tak terakomodir konsep baik secara universal. Dalam hal ini, anak didik tidak diajarkan bahwa untuk mengerti akan apa yang baik tidak hanya bertitik tolak pada diri siswa sendiri tetapi perlu mengerti konsep ini dari orang lain atau lingkungan sehingga menutup kemung-kinan akan timbulnya visi bersama (kelompok) akan hal yang baik.

Berbeda dengan tujuan yang pertama, tujuan yang kedua lebih menekankan akan kemampuan dan peranan lingkungan dalam menentukan apa yang baik tidak hanya berdasarkan pada diri namun juga pada orang lain berikut akibatnya. Di lain pihak guru mempersiapkan anak didik untuk melaksanakan kebebasannya dalam mengembangkan visi apa yang baik secara konkrit dengan penuh rasa tanggung jawab di tengah kehidupan bermasyarakat sehingga pada akhirnya akan terbentuklah dalam diri anak sense of justice dan sense of good. Komitmen guru dalam mengajar guna pencapaian tujuan mengajar yang kedua lebih lanjut diuraikan bahwa guru harus memiliki loyalitas terhadap apa yang ditentukan oleh lembaga (sekolah). Sekolah selanjutnya akan mengatur guru, KBM dan siswa supaya mengalami proses belajar-mengajar yang berlangsung dengan baik dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan jabatan. Namun demikian, sekolah juga perlu memberikan kebebasan bagi guru untuk mengembangkan, memvariasikan, kreativitas dalam merencanakan, membuat dan mengevaluasi sesuatu proses yang baik (guru mempunyai otonomi). Hal ini menjadi perlu bagi seorang yang profesional dalam pekerjaannya.

Masyarakat umum juga dapat membantu guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap `proses' anak didik. Ma-syarakat dapat mengajukan saran, kritik bagi lembaga (sekolah). Lembaga (sekolah) boleh saja mempertimbangkan atau menggunakan masukan dari masyarakat untuk mengembangkan pendidikan tetapi lembaga (sekolah) atau guru tidak boleh bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat karena hal ini menyebabkan hilangnya profesionalitas guru dan otonomi lembaga (sekolah) atau guru.

Dengan demikian, pemahaman akan visi pekerjaan sesuai dengan etika moral profesi perlu dipahami agar tuntutan yang diberikan kepada guru bukan dianggap sebagai beban melainkan visi yang akan dicapai guru melalui pro-ses belajar mengajar. Guru perlu diberikan otonomi untuk mengembangkan dan mencapai tuntutan tersebut.


G. Etika Keguruan

Sebenarnya kode etika pada suatu kerja adalah sifat-sifat atau ciri-ciri vokasional, ilmiah dan aqidah yang harus dimiliki oleh seorang pengamal untuk sukses dalam kerjanya. Lebih ketara lagi ciri-ciri ini jelas pada kerja keguruan. Dari segi pandangan Islam, maka agar seorang muslim itu berhasil menjalankan tugas yang dipikulkan kepadanya oleh Allah S.W.T pertama sekali dalam masyarakat Islam dan seterusnya di dalam masyarakat antarabangsa maka haruslah guru itu memiliki sifat-sifat yang berikut:

1. Bahwa tujuan, tingkah laku dan pemikirannya mendapat bimbingan Tuhan (Rabbani), seperti disebutkan oleh surah Al-imran, ayat 79, "Tetapi jadilah kamu Rabbani (mendapat bimbingan Tuhan)".

2. Bahwa ia mempunyai persiapan ilmiah, vokasional dan budaya menerusi ilmu-ilmu pengkhususannya seperti geografi, ilmu-ilmu keIslaman dan kebudayaan dunia dalam bidang pengkhususannya.

3. Bahwa ia ikhlas dalam kerja-kerja kependidikan dan risalah Islamnya dengan tujuan mencari keredhaan Allah S.W.T dan mencari kebenaran serta melaksanakannya.

4. Memiliki kebolehan untuk mendekatkan maklumat-maklumat kepada pemikiran murid-murid dan ia bersabar untuk menghadapi masalah yang timbul.

5. Bahwa ia benar dalam hal yang didakwahkannya dan tanda kebenaran itu ialah tingkah lakunya sendiri, supaya dapat mempengaruhi jiwa murid-muridnya dan anggota-anggota masyarakat lainnya. Seperti makna sebuah hadith Nabi S.A.W, "Iman itu bukanlah berharap dan berhias tetapi meyakinkan dengan hati dan membuktikan dengan amal".

6. Bahwa ia fleksibel dalam mempelbagaikan kaedah-kaedah pengajaran dengan menggunakan kaedah yang sesuai bagi suasana tertentu. Ini memerlukan bahawa guru dipersiapkan dari segi professional dan psikologikal yang baik.

7. Bahwa ia memiliki sahsiah yang kuat dan sanggup membimbing murid-murid ke arah yang dikehendaki.

8. Bahwa ia sedar akan pengaruh-pengaruh dan trend-trend global yang dapat mempengaruhi generasi dan segi aqidah dan pemikiran mereka.

9. Bahawa ia bersifat adil terhadap murid-muridnya, tidak pilih kasih, ia mengutamakan yang benar.

Seperti makna firman Allah S.W.T dalam surah al Maidah ayat ke 8: "Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehinga kamu tidak adil. Berbuat adillah, sebab itulah yang lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah kepada Allah, sebab Allah Maha Mengetahui apa yang kamu buat".

Inilah sifat-sifat terpenting yang patut dipunyai oleh seorang guru Muslim di atas mana proses penyediaan guru-guru itu harus dibina.

Buku-buku pendidikan telah juga memberikan ciri-ciri umum seorang guru, ciri-ciri itu tidak terkeluar dan sifat-sifat dan aspek-aspek berikut:

1. Tahap pencapaian ilmiah

2. Pengetahuan umum dan keluasan bacaan

3. Kecerdasan dan kecepatan berfikir

4. Keseimbangan jiwa dan kestabilan emosi

5. Optimisme dan entusiasme dalam pekerjaan

6. Kekuatan sahsiah

7. Memelihara penampilan(mazhar)

8. Positif dan semangat optimisme

9. Yakin bahawa ia mempunyai risalah(message)

Dari uraian di atas jelaslah bahwa seorang guru Muslim memiliki peranan bukan sahaja di dalam sekolah, tetapi juga diluarnya. Oleh yang demikian menyiapkannya juga harus untuk sekolah dan untuk luar sekolah. Maka haruslah penyiapan ini juga dipikul bersama oleh institusi-institusi penyiapan guru seperti fakulti-fakulti pendidikan dan maktab-maktab perguruan bersama-sama dengan masyarakat Islam sendiri, sehingga guru-guru yang dihasilkannya adalah guru yang soleh, membawa perbaikan (muslih), memberi dan mendapat petunjuk untuk menyiarkan risalah pendidikan Islam. Petunjuk (hidayah) Islam di dalam dan di luar adalah sebab tujuan pendidikan dalam Islam untuk membentuk generasi-generasi umat Islam yang memahami dan menyedari risalahnya dalam kehidupan dan melaksanakan risalah ini dengan sungguh-sungguh dan amanah dan juga menyedari bahawa mereka mempunyai kewajipan kepada Allah S.W.T dan mereka harus melaksanakan tugas itu dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Begitu juga mereka sedar bahawa mereka mempunyai tanggung jawab, maka mereka menghadapinya dengan sabar, hati-hati dan penuh prihatin. Begitu juga mereka sedar bahawa mereka mempunyai tanggungjawab terhadap masyarakatnya, maka mereka melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab, amanah, professionalisme dan kecekalan. Dengan demikian umat Islam akan mencapai cita-citanya dalam kehidupan dengan penuh kemuliaan, kekuatan, ketenteraman dan kebanggaan. Sebab Allah S.W.T telah mewajibkan kepada diriNya sendiri dalam surah al-Nahl ayat ke 97, "Ia tidak akan mensia-siakan pahala orang-orang yang berbuat baik"
Leia Mais...
35

Media Education and Media Studies Media

Bazalgette argues that one of the main errors made by Scottish teachers lay in their failure to comprehend that her swingeing attack on media education was not meant to apply to media studies. She did not argue, as Murphy alleges, that media studies is confused and contradictory. She "argued that media education is confused and contradictory. When I use the term 'media education', as the paper makes clear, I am referring to media education in the mandatory sector and the still unrealised goal of making it a universal entitlement. This is not the same as Media Studies, by which I mean optional specialist courses post-14, which are taken by a minority of students and where the arguments are quite different. Media Studies has successfully gained ground; media education hasn't. I think that's a problem".
The "error" of Scottish teachers in failing to grasp Bazalgette's highly idiosyncratic definition of media education is certainly understandable. It is not a definition which her paper makes clear, as she asserts (there is no reference to it in my copy). And whilst the exclusion of media studies from the term 'media education' might have some claim to be an original linguistic contribution to the field, it is not, I fear, a useful one. Words cannot simply mean what we choose. In the real world they have a currency and logic both of which collapse in Bazalgette's usage. "Media education has to be seen as an umbrella term, which includes media studies courses and indeed any other forms of teaching about the media" as Cary Bazalgette put it in 1989.
The problem for Bazalgette is that her response will look to many like an inglorious retreat from her arguments in the face of teacher criticism. In backing down, however, she has replaced an intellectually untenable argument with one which is, frankly, gibberish. Her argument now appears to be that whilst media education is confused and contradictory, media studies is not or may not be. At first sight this seems to be an absurd position, and a better example of "confused and contradictory" argument than any that media educators have ever produced. It certainly requires some elaboration, justification or even minimal explanation.
In fact media studies and media education share a common conceptual framework. In the words of the BFI's own Secondary Curriculum statement "the basic premises and conceptual structure of media education and media studies should be substantially the same". It is a framework which, with minor modifications, has been coherent and persuasive enough to command the allegiance and underpin the practice of media teachers across the globe. This has been a remarkable and major achievement carried out (pace Bazalgette's protestations of failure) in the short space of fifteen years and in the face of an almost universally hostile and conservative educational climate.
Bazalgette's belief that "media studies has successfully gained ground; media education hasn't" strongly suggests that media studies is not vulnerable to the charges she lays against media education. The problem for Bazalgette is that her criticisms of media education were primarily theoretical ones: "it's incoherent, it's unmanageable, it's a theoretical hybrid, it's trying to do too much. It can never form the basis of a coherent model of learning" (my emphasis). To sustain her revised position Bazalgette would have to demonstrate that there are theoretical differences between media education and media studies which are of such magnitude that they have made media education incoherent whilst media studies has remained successful. Since, if such major theoretical differences did exist Bazalgette would almost certainly have mentioned them, the suspicion must exist that she has simply failed to think through even the most immediate consequences of her position.
Bazalgette's paper to AMES is very similar to a number of others she has presented over the past few years. An examination of these papers does suggest a shifting of position. Addressing the London Media '98 conference in 1998, Bazalgette did explicitly make a distinction between media education and media studies courses. However her criticisms of conceptual confusion seemed to apply to both.
"The purpose of specialist media studies courses is not substantially clearer (than that of media education). With the Marxist project relegated to collective amnesia, few teachers can offer a cogent and convincing case for studying media institutions or for continuing to struggle with vast ranges of media within a single syllabus."
In a paper written for a conference in Vienna in 1999 Bazalgette presented her now familiar criticisms of what she this time called 'the media education project. Here she made no distinction between media education and media studies and it is reasonable to suppose that her international audience, like AMES teachers, will have assumed she was including both in her criticisms.
On the basis of these three papers it does seem as if Bazalgette intended to make a broadly based attack upon media education, from which media studies had not been excluded, and that in the face of criticism from teachers she has retreated to a position which hinges on a crucial distinction between these two "fields". Precisely what this distinction is, however, she does not specify. Her retreat, far from being a safe haven, has opened up theoretical problems so formidable that they render her argument unintelligible.
Bazalgette's now "clarified" position poses further questions both for her and the BFI. If media education is so lacking in rigour, if "it can never form the basis of a coherent model of learning", then why has the BFI been advocating it for the past fifteen years? ? Has it suddenly become incoherent? Apakah tiba-tiba menjadi membingungkan? Or has the BFI been responsible for leading teachers up the garden path for all of this time? And as the institution which has arrogated to itself a leading role in the development of media education in England and Wales over the past decade, might not the BFI itself bear at least a smidgen of responsibility for some of the failings of the movement, and for some of the criticisms which might legitimately be made of it?
Leia Mais...
 
My Story © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |