MAKALAH PEMBAWAAN DAN LINGKUNGAN

26 Jun 2010.
Pembawaan dan Lingkungan

1. Pembawaan
Pembawaan adalah suatu konsep yang dipercayai/dikemukakan oleh orang-orang yang mempercayai adanya potensi dasar manusia yang akan berkembang sendiri atau berkembang dengan berinteraksi dengan lingkungan. Ada pula istilah lain yang biasa diidentikkan dengan pembawaan, yakni istilah keturunan dan bakat. Sebenarnya ketiga istilah tersebut tidaklah persis sama pengertiannya. Pembawaan ialah seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu dan yang selama masa perkembangan benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan).
Pembawaan tersebut berupa sifat, ciri, dan kesanggupan yang biasa bersifat fisik atau bisa juga yang bersifat psikis (kejiwaan). Warna rambut, bentuk mata, dan kemampuan berjalan adalah contoh sifat, ciri, dan kesanggupan yang bersifat fisik. Sedangkan sifat malas, lekas marah, dan kemampuan memahami sesuatu dengan cepat adalah sifat-sifat psikis yang mungkin berasal dari pembawaan. Pembawaan yang bermacam-macam itu tidak berdiri sendiri-sendiri, yang satu terlepas dari yang lain. Seluruh pembawaan yang terdapat dalam diri seseorang merupakan keseluruhan yang erat hubungannya satu sama lain; yang satu menentukan, mempengaruhi, menguatkan atau melemahkan yang lain. Manusia tidak dilahirkan dengan membawa sifat-sifat pembawaan yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan struktur pembawaan. Struktur pembawaan itu menentukan apakah yang mungkin terjadi pada seseorang.
2. Lingkungan (Environment)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata lingkungan berarti “semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia dan hewan``
Dalam konteks pendidikan, objek pengaruh tentu saja dibatasi hanya pada pertumbuhan manusia, tidak mencakup pertumbuhan hewan. Oleh karena itu, M. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan di dalam pendidikan ialah setiap pengaruh yang terpancar dari orang-orang lain, bintang, alam, kebudayaan, agama, adat-istiadat, iklim, dsb, terhadap diri manusia yang sedang berkembang
Menurut penulis, mungkin yang dimaksud Ngalim dalam definisi di atas adalah pengaruh lingkungan (bukan lingkungan). Dengan asumsi ini maka lingkungan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi perkembangan diri manusia, yakni orang-orang lain (individu atau masyarakat), binatang, alam, kebudayaan, agama, adat- istiadat, iklim, dsb.
Sartain, seorang ahli psikolog Amerika, membagi lingkungan menjadi 3 bagian sebagai berikut:
a. Lingkungan alam atau luar (eksternal or physical environment), ialah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini, selain manusia.
b. Lingkungan dalam (internal environment), ialah segala sesuatu yang telah masuk ke dalam diri kita, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik kita, misalnya makanan yang telah diserap pembuluh-pembuluh darah dalam tubuh.
c. Lingkungan sosial, ialah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita.
Mengenai jenis lingkungan yang ketiga, Ralph Linton (1962: 10), seorang anthropolog Amerika, mengistilahkannya sebagai lingkungan manusiawi. Menurutnya, lingkungan manusiawi itu mencakup masyarakatdan cara hidup yang khas dari masyarakat, yaitu kebudayaan. Baik Sartain maupun Linton sepakat bahwa lingkungan sosial atau lingkungan manusiawi adalah yang paling besar berpengaruh dalam perkembangan pribadi seseorang.
Teori-teori mengenai Pembawaan dan Lingkungan
1. Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran atau paham yang menganggap bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indera, Menurut penganut aliran ini, pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari terdiri dari stimulan-stimulan dari alam bebas dan yang diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Jadi, yang menentukan perkembangan anak (manusia) adalah semata-mata faktor-faktor eksternal (lingkungan).
John Locke (1632-1714 M), salah seorang tokoh aliran emprisme, terkenal dengan Teori Tabularasanya. Menurut teori ini, anak yang baru dilahirkan dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi (a sheet of white paper avoid of all characters). Artinya bahwa anak sejak lahir tidak mempunyai pembawaan apa-apa (netral), tidak punya kecenderungan untuk menjadi baik atau menjadi buruk. Dengan demikian anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Dengan kata lain, hanya pendidikan (atau lingkungan) yang berperan atas pembentukan anak.
Pengaruh aliran ini tampak juga pada salah satu mazhab psikologi yang disebut sebagai behaviorisme (aliran tingkah laku). Para tokoh aliran ini, seperti Thorndike, I. Pavlov, J.B. Watson, dan F. Skinner berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang pasif dan dapat dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku. Mereka memandang manusia sebagaimakhluk reaktif (tidak aktif). Manusia hanyalah objek, benda hidup yang hanya dapat memberi respons kepada perangsang yang berasal dari lingkungannya. Jadi dalam hubungannya dengan lingkungan, seseorang hanya dapat bersifat autoplastis, tidak dapat bersifat alloplastis.
Dengan demikian empirisme berpandangan bahwa pendidik memegang peranan yang sangat menentukan dalam proses pendidikan. Pendidiklah yang menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak didik dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Kemudian dari pengalaman-pengalaman akan dapat terbentuk susunan kebiasaan yang membentuk pribadi seseorang.
2. Nativisme
Sebagai reaksi terhadap empirisme, muncul nativisme. Istilah nativisme berasal dari kata nativus (latin) yang berarti karena kelahiran.
Aliran nativisme berpendapat bahwa tiap-tiap anak dilahirkan dengan membawa sejumlah potensi (pembawaan) yang akan berkembang sendiri menurut arahnya masing-masing. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Tokoh nativisme, Schopenhauer (1788-1860) berpendapat bahwa bayi lahir beserta pembawaannya, baik atau buruk. Seorang anak yang mempunyai pembawaan baik, maka dia akan menjadi baik. Sebaliknya, kalau anak mempunyai pembawaan buruk, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang jahat. Pembawaan-pembawaan itu tidak akan dapat diubah oleh kekuatan luar (lingkungan
Dengan demikian dapat dipahami bahwa aliran ini berpandangan bahwa keberhasilan pendidikan ditentukan oleh hal-hal yang bersifat internalpada anak didik sendiri. Dengan kata lain, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Pendidikan yang tidak sesuai dengan pembawaan atau bakat anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak tersebut. Oleh karena itu, pendidikan sebenarnya tidak diperlukan, dan inilah yang disebut sebagai pesimisme pedagogis.
3. Naturalisme
Pandangan yang mirip dengan pandangan nativisme dikemukakan oleh para penganut paham naturalisme. Sesuai dengan akar kata naturalisme, yakni nature ‘alam’ atau ‘apa yang dibawa sejak lahir’, aliran ini berpandangan bahwa seorang anak telah mempunyai pembawaan sejak lahir
Meskipun kedua aliran sepakat dalam hal adanya pembawaan pada manusia, namun J.J. Rousseau (1712—1778) (tokoh utama naturalisme), berbeda pendapat dengan Schopenhauer (nativisme) tentang pembawaan tersebut. Schopenhauer berpendapat bahwa bayi lahir dengan dua kemungkinan pembawaan, yakni baik atau buruk, sedangkan Rosseau menyatakan bahwa semua anak yang baru dilahirkan hanya mempunyai pembawaan baik.
Kalau dalam hal keberadaan pembawaan manusia pandangan antara naturalisme dengan nativisme ada kesamaan, maka dalam hal besarnya peranan lingkungan dalam mempengaruhi perkembangan anak, justru pandangan naturalisme memiliki unsur kesamaan dengan empirisme. Hal ini dapat dilihat dalam pernyataan J.J. Rousseau bahwa “semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari Sang Pencipta, tetapi semua menjadi rusak di tangan manusia”.
Jadi, walaupun manusia lahir dengan potensi pembawaan baik, tetapi bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengaruh itubaik, akan menjadi baiklah ia, tetapi bilamana pengaruh itu jelek akan jelek pula hasilnya.
Dengan berasumsi pada teori di atas, maka dalam hal pendidikan Rosseau berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Karena pendapat inilah maka naturalisme juga disebut sebagai negativisme. Mereka berpandangan bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam, inilah yang disebut sebagai “pendidikan alam”. Dengan pendidikan alam, anak dibiarkan berkembang menurut alam (nature)-nya, manusia atau masyarakat jangan mencampurinya agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh manusia.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa naturalisme, sebagaimana nativisme, tidak menganggap perlu diadakannya pendidikan (oleh manusia) bagi manusia. Bahkan dengan anggapan bahwa pendidikan dapat merusak pembawaan baik anak, naturalisme justru dapat dianggap menentang pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh manusia.
4. Hukum Konvergensi
Nyatalah kedua pendirian yang baru ditemukan itu kedua-duanya ekstrim, tdak dapat dipertahankan. Karena itu adalah sudah sewajarnya kalau diusahakan adanya pendirian yang dapat mengatasi keberatsebelahan itu. Paham dianggap dapat mengatasi keberatsebelahan itu ialah paham Konvergensi, yang biasanya dianggap dirumusan secara baik untuk pertama kalinya oleh W. Stern.
Paham Konvergensi in berpendapat, bahwa di dalam perembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memankan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu; Akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Misalnya : Tiap anak manusia yang normal mempunyai bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kaki; Akan tetapi bakat ini tidak akan menjadi actual(menjadi kenyataan) jika sekiranya anak manusia itu tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia. Anak yang semenjak kecilnya diasuh oleh serigala tak akan dapat berdiri tegak di atas dua kakinya ; munkin dia kan berjalan di atas tangan dan kakinya( jadi seperti serigala). Di samping bakat sebagai kemungkinan yang harus di jawab dengan lingkungan yang sesuai, perlu pula dipertimbangkan soal kematangan( readiness). Bakat yang sudah ada sebagai kemungkinan kalau mendapat pengaruh lingkungan yang serasi, belum tentu dapat berkembang, kecuali kalau bakat itu memang sudah matang. Misalnya saja anak yang normal umur enam bulan, walaupun hidup di tengah-tengah manusia-manusia lain, tak akan dapat berjalan karena belum matang. Dewasa ini sebagian besar dari para ahli mengikuti konsepsi ini, dengan variasi yang bermacam-macam, ada yang pratiknya menganggap bahwa yang lebih dominan itu dasar, yaitu ahli-ahli psikologi konstitusional; adapula yang menganggap yang lebih dominant itu lingkungan. Kelompok yang kedu pada dewasa ini lebih banyak pengikut-pengikutnya terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Salah satu tokoh yang cukup populer yang mengikuti pendirian yang semacam dikemukakan paling akhir itu ialah Alfred Adler. Adler dengan pengikut-pengikutnya misalnya telah mengadakan studi yang mendalam mengenai sifat-sifat has anak dalam hubungan dengan kedudukanya dalam struktur keluarga: seperti misalnya anak sulung, anak bungsu, anak tunggal, anak yang semua saudaranya berlainan jenis dengan dia sendiri, dan sebagainya; mereka itu menunjukkan sifat-sifat yang khas bukan karena keturunan tetapi justru karena kedudukan mereka dalam struktur keluarga yang khas, yang menyebabkan adanya sikap yang khas dari orang-orang tua mereka serta anggota-anggota keluarga yang lain yang lebih dewasa. Juga mereka beranggapan bahwa kemiripan –kemiripan yang ada antara anak-anak dengan orang tua mereka tidaklah berakar pada dasar atau keturunan. Melainkan berakar pada lingkungan, yaitu peniruan; dalam perkembangannya anak meniru orang-orang yang lebih dewasa, dank arena pergaulannya terutama dengan orang tuanya, maka yang dijadikan obyek atau model peniruan adalah terutama orang tuanya.
Suatu pengupasan hal yang sama itu, tetapi dari sudut yang agak berbeda apa yang dikemukakan oleh Langeveld. Langeveld secara fenomenologis mencoba menemukan hal-hal apakah yang memungkinkan perkembangan anak itu menjadi orang dewasa, dan dia menemukan hal-hal yang berikut:
a. Justru karena anak itu adalah makhluk hidup (makhluk biologis) maka dia berkembang.
b. Bahwa anak itu pada waktu masih sangat muda adalah sangat tidak berdaya, dan adalah suatu keniscayaan bahwa dia perlu berkembang menjadi lebih berdaya.
c. Bahwa kecuali kebutuhan-kebutuhan biologis anak memerlukan adanya perasaan aman, karena itu perlu adanya pertolongan atau perlindungan dari orang yang mendidik.
d. Bahwa di dalam perkembangannya anak tidak pasif menerima pengaruh dari luar semata-mata, melainkan ia juga aktif mencari dan menemukan.

Jika hal-hal yang dikemukakan di atas itu dapat disebut sebagai azas, maka ada empat asas dalam perkembangan itu, yaitu:
a. asas biologis,
b. asas ketidak-berdayaan,
c. asas keamanan, dan
d. asas eksplorasi.

Kenyataan yang pertama adalah bahwa anak itu adalah makhluk hidup, maka dia berkembang. Jika sekiranya dia itu bukanlah makhluk hidup, maka perkembangan itu tidak mungkin akan terjadi. Kecuali itu supaya perkembangan anak berlangsung dalam rangka normal, maka keadaan biologisnya juga harus normal. Anak yang keadaan biologisnya cacat akan menunjukan kelainan-kelainan dalam perkembangan mereka. Kecuali diperlukan adanya keadaan biologis yang normal, maka kebutuhan-kebutuhan biologis juga harus dipenuhi secara normal. Terutama pada anak-anak yang masih muda dipenuhinya secara normal kebutuhan-kebutuhan biologis itu merupakan hal yang mutlak; anak yang kekurangan makanan misalnya akan penyakitan, dan hal ini akan mengakibatkan lebih lamabat perkembangannya.
Kenyataan yang kedua ialah bahwa pada waktu dilahirkan anak manusia itu adalah jauh sangat tidak berdaya jika misalnya kita bandingkan dengan anak hewan. Hal yang demikian itu tidaklah merupakan kekurangan manusia terhadap hewan, tetapi justru sebaliknya; justru karena kaadaannyayang demikian itulah, justru karena ketidak berdayaannya itulah maka anak manusia mempunyai kemungkinan perkembngan yang sangat luas. Kalau hewan hidup dengan menggunakan instink-instinknya karena hal yang demikian itu secara hakikat diperlukan untuk menjamin kebaradaan di dunia ini, maka peranan instink dalam kehidupan manusia tidak sepenting itu. Kalau hewan hidup pada dunia yang tertutup, maka manusia hidup di dunia yang terbuka.
Kenyataan yang ke tiga adalah bahwa karena tidak berdayanya itu manusia yang sangat muda itu sangat membutuhkan pertolongan. Pemenuhan kebutuhan biologis saja belumlah akan mencukupi bagi anak manusia. Anak yang telah terpenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya masih membutuhkan yang lain, yaitu rasa terlindungi, rasa aman, yang diterimanya dari pendidik. Inti daripada perlindungan ini ialah kasih sayang orang tua. Kurangnya kasih sayang ini dapat mengganggu perkembangan perasaan. Itulah sebabnya anak-anak sukar (problem child) banyak berasal dari keluarga yang retak (broken home), misalnya karena perceraian orang tua, adanya orang tua tiri, diasuh oleh orang pengganti, dan sebagainya. Dalam rumah tangga yang demikian itu rasa aman yang sangat dibutuhkan oleh anak itu tidak ada atau kurang sekali.
Dalam pada itu perlu diingat, bahwa pemberian perlindungan atau rasa kasih sayang itu juga tidak boleh secara berlebih-lebihan, justru demi kepentingan dan kesejahteraan sang anak; sebab perlindungan yang diberikan secara berlebih-lebihan akan berakibat si anak didik selalu menggantungkan diri kepada pendidik dan tidak berani berdiri di atas kedua kaki sendiri.Selanjutnya mengenal asas eksplorasi dapat dikemukakan hal yang berikut. Secara fenominologis perkembangan itu dapat digambarkan sebagai eksplorasi atau penjelajahan anak di dalam dunianya. Eksplorasi ini dilakukan oleh si anak dengan berbagai cara: mula-mula sekali terutama dengan fungsi-fungsi jasmaniah (mulut, tangan, kaki, dan sebagainya). Kemudian setelah anak bertambah umurnya maka eksplorasi itu terutama dilaksanakannya dengan fungsi-fungsi panca-indera, dan kemudian dengan fungsi-fungsi kejiwaaan (angan-angan, fantasi, pikiran, dan sebagainya). Di dalam eksplorasi ini anak menemukan berbagai hal, seperti:
• sifat-sifat benda,
• sifat-sifat manusia lain,
• sifat-sifatnya sendiri,
• bahasa,
• dan sebagainya
justru di dalam eksplorasi itulah anak berkembang. Karena itu eksplorasi adalah halyang “niscaya”, hal yang harus dilakukan oleh anak sesuai dengan hakikatnya sebagai pribadi yang sedang berkembang kea rah kedewasaan. Karena itu rintangan terhadap eksplorasi ini berarti bertentangan dengan kepentingan si anak. Eksplorasi akan berlangsung dengan baik kalau kebutuhan-kebutuhan biologis dan kebutuhan akan rasa aman itu terpenuhi dengan baik, serta mendapat kesempatan.
Adalah kewajiban para pendidik (terutama orang tua) untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan eksplorasi.
5. Tut Wuri Handayani
Istilah tut wuri handayani berasal dari bahasa Jawa. Tut wuri berarti mengikuti dari belakang dan Handayani berarti mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat. Tut wuri handayani pada awalnya merupakan inti salah satu dari “Asas 1922”, yakni tujuh buah asas dari Perguruan Taman Siswa (didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 oleh Ki Hadjar Dewantoro). Asas pertama Perguruan Taman Siswa menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum. Asas inilah yang mendorong Taman Siswa untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yangmenggunakan perintah, paksaan, dan hukuman dengan sistem khas Taman Siswa yang didasarkan pada perkembangan kodrati. Dari asas ini pulalah lahir sistem Among, di mana guru memperoleh sebutan pamong, yaitu sebagai pemimpin yang berdiri di belakang dengan semboyan tut wuri handayani, yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah, dan dipaksa. Pamong hanya wajib menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi jalannya anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri tingkah laku atau perbuatan anak apabila mereka sendiri tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan atau ancaman keselamatan atau gerak majunya. Jadi, sistem Among adalah cara pendidikan yang dipakai dengan maksud mewajibkan pada guru supaya memperhatikan dan mementingkan kodrat-iradat para siswa dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya.
Dengan menyimak uraian di atas, dapat dipahami bahwa konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantoro ini mengakui adanya bakat, pembawaan, ataupun potensi-potensi yang ada pada anak sejak dilahirkan. Potensi-potensi tersebut saling mempengaruhi dengan lingkungan dalam proses perkembangan anak. Purwanto (!994: 49) menyatakan bahwa kalau dibandingkan dengan aliran-aliran pendidikan yang berkembang di Barat, tut wuri handayani lebih mirip dengan aliran konvergensi dari William Stern. Penganut aliran ini berpandangan bahwa perkembangan anak (manusia) ditentukan oleh proses interaksi antara pembawaan anak dengan lingkungan, termasuk pendidikan, yang mempengaruhi anak dalam perkembangannya.

2 Comentários:

Anonim mengatakan...

boleh tanyak gag mas??
tapi berpengaruh mana antara pembawaan dan lingkungan terhadap anak??

Muhammad Syarwani mengatakan...

Menurut q sih lingkungan cause orang keturunan baik-baik pun bisa rusak gara-gara lingkungan begitu juga sebaliknya, Tapi Tuhan maha kuasa, tergantung niat orang tersebut :)

Posting Komentar

 
My Story © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |