A. Riwayat hidup
Imam Al-Turmudzi nama lengkap beliau ialah Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Tsurah Ibn Musa Ibn Dhahak Al-Sulaimi Al-Bughi Al-Tirmizi , adalah seorang ahli hadits kenamaan, juga seorang imam dan hujjah yang menjadi ikutan dalam bidang hadist dan pengarang berbagai kitab yang masyhur dan diantara kitab beliau yang paling terkenal ``Su`nan TURMUDZY`` atau JAAMIUT TURMUDZY yang telah diketahui mutu dan kelebihannya, beliau dilahirkan dikota Turmudz, suatu negri kuno, sebuah kota kecil dipinggir utara sungai Amuderiya, sebelah utara Iran. Beliau dilahirkan di kota tersebut bulan Dzulhijjah 200 H (tepatnya 824M) . Imam Bukhari dan imam Turmudzi, keduanya sedaerah, sebab Bukhara dan Tirmidz itu adalah satu daerah dari daerah ma wara`un nahr.
Nasab beliau:
1. As Sulami; yaitu nisbah kepada satu kabilah yang yang di jadikan sebagai afiliasi beliau, dan nisbah ini merupakan nisbah kearaban
2. At Tirmidzi; nisbah kepada negri tempat beliau di lahirkan (Tirmidz), yaitu satu kota yang terletak di arah selatan dari sungai Jaihun, bagian selatan Iran.
At turmudzi ini adalah salah seorang dari para ulama yang mendapat asuhan dan didikan Al Bukhari, dari beliaulah At Turmudzi mempelajari Ilmu Hadist, mendalami fiqhnya dan mengadakan munadharah dengannya, sebagai adat kebiasaan para ulama.
B. Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Berbagai literatur-literatur yang ada tidak menyebutkan dengan pasti kapan imam Tirmidzi memulai mencari ilmu, akan tetapi yang tersirat ketika kita memperhatikan biografi beliau, bahwa beliau memulai aktifitas mencari ilmunya setelah menginjak usia dua puluh tahun.
Maka dengan demikian, beliau kehilangan kesempatan untuk mendengar hadits dari sejumlah tokoh-tokoh ulama hadits yang kenamaan, meski tahun periode beliau memungkinkan untuk mendengar hadits dari mereka, tetapi beliau mendengar hadits mereka melalui perantara orang lain. Yang nampak adalah bahwa beliau memulai rihlah pada tahun 234 hijriah.
Beliau memiliki kelebihan; hafalan yang begitu kuat dan otak encer yang cepat menangkap pelajaran. Sebagai permisalan yang dapat menggambarkan kecerdasan dan kekuatan hafalan beliau adalah, satu kisah perjalan beliau meuju Makkah, yaitu;
“Pada saat aku dalam perjalanan menuju Makkah, ketika itu aku telah menulis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh. Kebetulan Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Maka aku bertanya kepadanya, dan saat itu aku mengira bahwa “dua jilid kitab” yang aku tulis itu bersamaku. Tetapi yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang masih putih bersih belum ada tulisannya. aku memohon kepadanya untuk menperdengarkan hadits kepadaku, dan ia mengabulkan permohonanku itu. Kemudian ia membacakan hadits dari lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia melihat kepadaku dan melihat bahwa kertas yang kupegang putih bersih. Maka dia menegurku: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ maka aku pun memberitahukan kepadanya perkaraku, dan aku berkata; “aku telah mengahafal semuanya.” Maka syaikh tersebut berkata; ‘bacalah!’. Maka aku pun membacakan kepadanya seluruhnya, tetapi dia tidak mempercayaiku, maka dia bertanya: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian aku meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai tanpa salah satu huruf pun.”
C. Kekuatan hafalan beliau
Abu ‘Isa aat-Tirmizi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Beliau terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalann beliau ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
"Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmizi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa "dua jilid kitab" itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau."
D. Rihlah beliau
Imam At Tirmidzi beliau meninggalkan kampong halamannya pergi menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain dalam rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama kalangan Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya beliau mengadakan perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya.
Para pakar sejarah berbeda pendapat tentang masuknya imam At Tirmidzi ke daerah Baghdad, sehingga mereka berkata; “kalau sekiranya dia masuk ke Baghdad, niscaya dia akan mendengar dari Ahmad bin Hanbal. Al Khathib tidak menyebutkan at Timidzi (masuk ke Baghdad) di dalam tarikhnya, sedangkan Ibnu Nuqthah dan yang lainnya menyebutkan bahwa beliau masuk ke Baghdad. Ibnu Nuqthah menyebutkan bahwasanya beliau pernah mendengar di Baghdad dari beberapa ulama, diantaranya adalah; Al Hasan bin AshShabbah, Ahmad bin Mani’ dan Muhammad bin Ishaq Ash shaghani.
Dengan ini bisa di prediksi bahwa beliau masuk ke Baghdad setelah meninggalnya Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama-ulama yang di sebutkan oleh Ibnu Nuqthah meninggal setelah imam Ahmad. Sedangkan pendapat Al Khathib yang tidak menyebutkannya, itu tidak berarti bahwa beliau tidak pernah memasuki kota Baghdad sama sekali, sebab banyak sekali dari kalangan ulama yang tidak di sebutkan Al Khathib di dalam tarikhnya, padahal mereka memasuki Baghdad.
Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya, kemudian beliau masuk Bukhara dan Naisapur, dan beliau tinggal di Bukhara beberapa saat.
E. Negri-negri yang pernah beliau masuki
• Khurasan
• Bashrah
• Kufah
• Wasith
• Baghdad
• Makkah
• Madinah
• Ar Ray
F. Guru-guru beliau
Imam at Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antara mereka adalah :
• Qutaibah bin Sa’id
• Ishaq bin Rahuyah
• Muhammad bin ‘Amru As Sawwaq al Balkhi
• Mahmud bin Ghailan
• Isma’il bin Musa al Fazari
• Ahmad bin Mani’
• Abu Mush’ab Az Zuhri
• Basyr bin Mu’adz al Aqadi
• Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib
• Abi ‘Ammar Al Husain bin Harits
• Abdullah bin Mu’awiyyah al Jumahi
• ‘Abdul Jabbar bin al ‘Ala`
• Abu Kuraib
• ‘Ali bin Hujr
• ‘Ali bin sa’id bin Masruq al Kindi
• ‘Amru bin ‘Ali al Fallas
• ‘Imran bin Musa al Qazzaz
• Muhammad bin aban al Mustamli
• Muhammad bin Humaid Ar Razi
• Muhammad bin ‘Abdul A’la
• Muhammad bin Rafi’
• Imam Bukhari
• Imam Muslim
• Abu Dawud
• Muhammad bin Yahya al ‘Adani
• Hannad bin as Sari
• Yahya bin Aktsum
• Yahya bun Hubaib
• Muhammad bin ‘Abdul Malik bin Abi Asy Syawarib
• Suwaid bin Nashr al Marwazi
• Ishaq bin Musa Al Khathami
• Harun al Hammal. Dan yang lainnya
G. Murid-murid beliau
Kumpulan hadits dan ilmu-ilmu yang di miliki imam Turmidzi banyak yang meriwayatkan, diantaranya adalah;
• Abu Bakr Ahmad bin Isma’il As Samarqandi
• Abu Hamid Abdullah bin Daud Al Marwazi
• Ahmad bin ‘Ali bin Hasnuyah al Muqri`
• Ahmad bin Yusuf An Nasafi
• Ahmad bin Hamduyah an Nasafi
• Al Husain bin Yusuf Al Farabri
• Hammad bin Syair Al Warraq
• Daud bin Nashr bin Suhail Al Bazdawi
• Ar Rabi’ bin Hayyan Al Bahili
• Abdullah bin Nashr saudara Al Bazdawi
• ‘Abd bin Muhammad bin Mahmud An Safi
• ‘Ali bin ‘Umar bin Kultsum as Samarqandi
• Al Fadhl bin ‘Ammar Ash Sharram
• Abu al ‘Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub
• Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad An Nasafi
• Abu Ja’far Muhammad bin sufyan bin An Nadlr An Nasafi al Amin
• Muhammad bin Muhammad bin Yahya Al Harawi al Qirab
• Muhammad bin Mahmud bin ‘Ambar An Nasafi
• Muhammad bin Makki bin Nuh An Nasafai
• Musbih bin Abi Musa Al Kajiri
• Makhul bin al Fadhl An Nasafi
• Makki bin Nuh
• Nashr bin Muhammad biA Sabrah
• Al Haitsam bin Kulaib, Dan yang lainnya.
H. Pandangan para ulama terhadap beliau
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan Tirmizi ke dalam kelompok "Siqat" atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, dan berkata: "Tirmizi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama."
Pandangan para ulama terhadap keilmuan dan kecerdasan imam Tirmudzi sangatlah banyak, diantaranya adalah;
• Imam Bukhari berkata kepada imam At Tirmidzi; “ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku.”
• Al Hafiz ‘Umar bin ‘Alak menuturkan; “Bukhari meninggal, dan dia tidak meninggalkan di Khurasan orang yang seperti Abu ‘Isa dalam hal ilmu, hafalan, wara’ dan zuhud.”
• Ibnu Hibban menuturkan; “Abu ‘Isa adalah sosok ulama yang mengumpulkan hadits, membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal hadits.”
• Abu Ya’la al Khalili menuturkan; “Muhammad bin ‘Isa at Tirmidzi adalah seorang yang tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal dengan amanah dandan keilmuannya, dan juga berwibawa.”
• Abu Sa’d al Idrisi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang di ikuti dalam hal ilmu hadits, beliau telah menyusun kitab al jami’, tarikh dan ‘ilal dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel. Beliau adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan.”
• Al Mubarak bin al Atsram menuturkan; “Imam Tirmidzi merupakan salah seorang imam hafizh dan tokoh.”
• Al Hafizh al Mizzi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat darinya.
• Adz Dzahabi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah seorang hafizh, alim, imam yang kapabel
• Ibnu Katsir menuturkan: “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam dalam bidangnya pada zaman beliau.”
• Al Hakim menuturkan“Setelah meninggalkan Al Bukhari, tiada siapapun di Khurasan yang menyamai At Tarmizi dari segi ilmu pengetahuan, daya ingatan, warak dan zuhudnya”
I. Keistimewaan beliau
Diantara keistimewaan beliau ialah yang di isyaratkan oleh Abdullah bin Muhammad al-Anshari dengan ucapannya:``kitab atTurmudzi bagi ku lebih terang daripada kitab Al-Bukhari dan Muslim.`` Muhammad bin Thahir al-Muqaddasi bertanya : ``Mengapa ?`` Abdullah bin Muhammad al-Anshari menjawab :``karena, yang bias mendapatkanfaedah dari kitabAl-Bukhari dan Muslim hanyalah orang yang memang memiliki pengertian sempurna tentang hal ini. Sedangkan kitab At-Turmudzi, hadis-hadisnya telah diberi keterangan dan penjelasan, sehingga bisa dicapai oleh setiap orang, baik ahli fiqh atau ahli hadist, atau lainnya.
J. Karya-karya beliau
Imam Tirmizi menitipkan ilmunya di dalam hasil karya beliau, diantara buku-buku beliau ada yang sampai kepada kita dan ada juga yang tidak sampai. Di antara hasil karya beliau yang sampai kepada kita adalah:
1. Kitab Al Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at Tirmidzi.
2. Kitab Al ‘Ilal
3. Kitab Asy Syama’il an Nabawiyyah.
4. Kitab Tasmiyyatu ashhabi rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun karangan beliau yang tidak sampai kepada kita adalah;
1. Kitab At-Tarikh.
2. Kitab Az Zuhd.
3. Kitab Al Asma’ wa al kuna.
K. Sekilas tentang A-Jami
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmizi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolong salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmizi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmizi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Sahih Tirmizi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyusun kitab ini, Tirmizi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: "Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasan, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara."
Imam Tirmizi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih ataupun tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadits.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu:
1. "Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak salat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab "takut" dan "dalam perjalanan."
2. "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia."
Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai salat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits dha’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut fada’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.
L. Fiqh beliau dan Ijtihad
Imam Tirmizi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut:
"Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: ‘Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Imam Tirmizi memberikan penjelasan sebagai berikut:
Sebagian ahli ilmu berkata: " apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil." Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
Sebagian ahli ilmu yang lain berkata: "Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil)." Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: "Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim."
Menurut Ishak, maka perkataan "Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim" ini adalah "Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu."
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Tirmizi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu.
M. Akhir hayat beliau
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, beliau pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya beliau hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya beliau meninggal dunia. beliau wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comentários:
Posting Komentar