ORANG AWAM MEMAHAMI AL_QUR`AN

18 Jan 2011.
ORANG AWAM MEMAHAMI AL_QUR`AN


A. Al Qur’an

Sesungguhnya,Al Quran merupakan tali Allah yang sangat kuat dan jalan-Nya yang lurus, Allah telah menyebutkandengan sifat yang sangat agung.
Allah SWT berfirman :


“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Rabb-Mu, dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang ( Al-Quran ).”
( QS. An Nisa’: 174 )


“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supayamereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shad: 29)


“Hai manusia,sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb-Mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit ( yang berada ) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman,” (QS.Yunus : 57)

Dan Rasulullah -shalallahu alaihi wa sallam- bersabda :
“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -shalallahu 'alaihi wa sallam-”
B. Orang awam memahami Al-Quran
Seperti kita ketahui bahwasanya Golongan awam adalah golongan mayoritas umat Islam seperti saat ini. Cara mereka menuju Allah dengan menggunakan pendekatan keyakinan hanya sebatas Rukun Islam dan Rukun Iman yang ia ketahui. Golongan ini terbagi menjadi dua golongan lagi, yaitu golongan awam biasa dan golongan awam khusus.

a. Golongan Awam Biasa
Golongan awam biasa adalah golongan yang kadar pemahaman dan upaya mendekatkan diri pada Allah hanya mengerti lewat informasiayah dan Ibu (keturunan), lewat teman-teman dekat atau lewat buku-buku Islam yang secara kebetulan pernah dibaca. Keyakinan pada Allah bagi golongan ini hanya di mulut. Beridentitas sebagai Muslim, tetapi tidak pernah ingin mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada Allah. Dengan berlabel Islam sudah cukup, tidak perlu susah-susah memahami dan mendalami berbagai macam ajaran yang telah digariskan Allah.

b. Golongan Awam Khusus
Golongan ini adalah golongan yang telah menjalani Rukun Islam, tetapi hanya sebatas apa yang ia dapat kerjakan. Bagi mereka dengan menjalankan sholat, puasa, zakat dan haji adalah sudah cukup membuktikan bahwa dirinya sudah Islam sungguhan. Golongan ini tidak mengenal istilah “apa itu dimensi bathin”, “apa itu waliyullah” dan “apa itu tokoh spiritual”.Bagi mereka itu tidak penting, sebab Islam tidak mengajarkan semua itu. Islam hanya menginduk pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Apa yang diperbuat Nabi maka ditiru, selain itu sesat dan tidak boleh dikerjakan. Golongan ini tidak mengenal istilah tasawuf, kenikmatan bathin. Yang penting memfungsikan rasio semaksimal mungkin. Golongan ini memahami Al-Qur'an dan Sunnah Nabi serta realitas alam hanya dengan serba rasio. Mereka tidak mengenal alam bathin, alam irrasional. Yang ditekuni hanya lahir dan rasio melulu. Dan bahkan hingga men-Tuhan-kan akalnya sendiri. Mendekatkan diri pada Allah dengan rasio, bukan dengan keluasan hati atau perasaan. Karena berfikir serba rasional, maka banyak diantara mereka yang tidak mempercayai hal-hal yang irrasional, seperti adanya azab kubur, sihir dan sebagainya.
Kepada mereka orang-orang awam hendaknya bertanya kepada ahli ilmu, ahlinya Al Quran agar bisa memahami Al Quran tersebut. Allah Ta`ala berfirman :

“Maka bertanyalah kepada Ahludz Dzikri jika kalian tidak mengetahui.” (QS. An Nahl (16): 43)
Siapakah Ahludz Dzikri yang dimaksud oleh ayat yang mulia ini?
Berkata Imam Al Qurthubi Rahimahullah (w. 671H) dalam kitab tafsirnya:

Berkata Ibnu ‘Abbas: “Ahludz Dzikri adalah Ahlul Quran (Ahlinya Al Quran), dan dikatakan: Ahli Ilmu (ulama), makna keduanya berdekatan.” Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di Rahimahullah (w. 1376H) mengatakan tentang makna Ahludz Dzikri:

“Secara umum ayat ini merupakan pujian buat ahlul ‘ilmi (ulama), dan jenis yang paling tinggi darinya adalah ilmu terhadap Kitabullah. Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang yang tidak tahu agar merujuk kepada mereka (para ulama) dalam semua peristiwa.”
Selain itu, beliau juga menambahkan:

“Ahlu Dzikri yang paling utama adalah ahlinya Al Quran, merekalah ahli dzikri sebenarnya, dan mereka lebih utama dibanding selainnya dengan penyebutan nama ini.”

C. Menafsirkan Al Quran Tanpa Ilmu adalah Perbuatan Terlarang
Menafsirkan Al Quran tanpa ilmu, bukan hanya merusak pemahaman terhadap agama, membawa absurditas, serta membawa kerusakan bagi manusia lantaran Al Quran dijadikan bahan permainan akal manusia dan hawa nafsunya. Melainkan juga pelakunya mendapatkan ancaman dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang berkata tentang (isi) Al Quran dengan tanpa ilmu, maka disediakan baginya tempat duduk di neraka.”
Bagaimana maksud hadits yang mulia ini? Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah (w. 1353H):

“Wa man qaala” yaitu barang siapa yang berbicara, “fil Quran” yaitu tentang makna Al Quran atau bacaannya, “bi Ra’yihi ” yaitu sesuai dengan nafsunya dengan tanpa mengikuti perkataan para imam ahli bahasa dan arab, (tanpa) menyesuaikan dengan kaidah-kaidah syariat. Bahkan akalnya harus mengikuti apa-apa yang disikapi oleh dalil, karena sesungguhnya tidak ada tempat bagi akal di dalamnya, seperti masalah asbabun nuzul, nasikh mansukh, dan hal yang terkait dengan kisah dan hukum.”
Oleh karena itu, Imam Ibnu Katsir Rahimahullah (w. 774H) dengan tegas mengharamkan tafsir bir ra’yi , dengan ucapannya:

“Ada pun tafsir Al Quran semata-mata dengan ra’yu, maka itu haram.” Lalu beliau menyebutkan hadits-hadits di atas.
Menafsirkan Al Quran dengan akal yakni tafsir bir ra’yi tidak selamanya terlarang, selama orang tersebut melakukannya dengan ijtihad yang benar, memahami seluk beluk bahasa Arab dengan baik dan niat yang besih. Dan ini jelas tidak semua orang mampu melakukannya.
Seperti kita ketahui Tafsîr bi al-ra’yi, yakni adalah penafsiran al-Qur’an yang lebih banyak menggunakan rasio atau pemikiran dibanding sumber riwayat. Tafsir Tafsîr bi al-ra’yi dibagi dalam dua kategori; tafsir yang terpuji (mamduhah) dan tafsir yang tercela (mazdmumah).

1. Tafsir yang Terpuji
Tafsir yang terpuji ialah tafsir Al-Qur`an yang didasarkan dari ijtihad yang jauh dari kebodohan dan penyimpangan. Tafsir ini sesuai dengan peraturan bahasa Arab. Karena tafsir ini tergantung kepada metodologi yang tepat dalam memahami ayat-ayat Al-Qur`an. Barangsiapa yang menafsiran Al-Qur`an berdasarkan pikirannya, dengan memenuhi persyaratan dan bersandarkan kepada makna-makna Al-Qur`an, penafsiran seperti ini diperbolehkan dan dapat diterima. Tafsir semacam ini selayaknya disebut tafsir terpuji atau yang syah .
2. Tafsir yang Tercela
Tafsir yang tercela ialah tafsir Al-Qur`an tanpa dibarengi dengan pengetahuan yang benar, yaitu tafsir yang didasarkan hanya kepada keinginan seseoarng dengan mengabaikan peraturan dan persyaratan tata bahasa serta kaidah-kaidah hukum islam. Selanjutnya tafsir ini merupakan penjelasan Kalamullah atas dasar pikiran atau aliran sesat dan penuh dengan Bid`ah atau inovasi yang menyimpang. Tafsir semacam ini disebut dengan tafsir yang tercela atau tafsir palsu.
Tafsir-tafsir yang boleh dipelajari adalah tafsir yang berasal dari kalangan ahli sunnah, seperti Mafâtîh al-Ghaib karya al-Râzy, Rûh al-Ma`ânî karya al-Alusi, dan Tafsîr al-Jalâlain karya Jalal al-Din al-Mahali dan al-Suyuthi. Sedang tafsir yang tercela adalah tafsir-tafsir yang ditulis oleh sekte-sekte kaum bid`ah, seperti tafsir dari kalangan Mu`tazilah, Syi`ah dengan segala underbownya dan kaum Khawarij.

Comentários:

Posting Komentar

 
My Story © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |